28/08/19

Surat untuk Neptunus

Nus, selamat siang, selamat membaca suratku kembali. Apa kabar? Bagaimana cuaca di tengah laut? Cerah, terik, atau malah mendung?

Aku baik-baik saja di sini, masih sama seperti sebelumnya. Jakarta akhir-akhir ini terasa lebih dingin di malam hari. Aku harus selalu menarik selimutku hingga batas leher agar tetap terasa hangat. Malah, tak jarang aku menenggelamkan wajahku di dalam selimut. Kamu tahu, aku tidak tahan dingin, kan. Hehe, iya, aku masih secemen itu, Nus.

Nus, aku ingin mendengar bagaimana kabarmu. Bagaimana hari-harimu dalam tujuh bulan kemarin? Pasti banyak cerita yang aku lewatkan, ya! Aku rindu pada waktu kamu bercerita tentang tenangnya air laut. Kamu bilang, kamu bisa melihat penduduk Bumi bersuka cita karena bisa bermain air di bibir pantai. Aku juga rindu ketika kamu bercerita bahwa air laut sedang pasang, dan bibir pantai mulai dipasang rambu peringatan. Aku masih ingat betul dan... aku rindu mendengarnya.

Nus, aku tahu kamu sedang mengunjungi daratan, kan? Maukah mampir sebentar ke rumahku? Akan aku buatkan minuman coklat kesukaanmu. Lalu kita duduk bersebelahan hanya untuk bersyukur kepada Semesta karena telah kembali mempertemukan kita. Atau mungkin kita bisa berjalan sejauh 10km hanya untuk mengunjungi kedai taiwan dessert favoritku? Ah, aku suka boba milktea dan crispy chicken di sana!

Atau bagaimana jika kita melihat hewan laut di kawasan utara Jakarta seperti yang kita lakukan tepat satu tahun yang lalu? Aku sukaaaa sekali melihat hewan laut, karena itu memgingatkanku kepadamu, Nus. Lalu kita bisa pergi ke Monas, kamu tahu kan, Monas di malam hari sangat cantik! ❤

Tapi, Nus, satu hal yang ingin aku tanyakan, apakah aku masih boleh mengajakmu berkeliling Jakarta?


Jakarta, 26 Agustus 2019 - 11:41 am
Dinda

P.s: Balas surat ini sesegera mungkin setelah kamu membacanya ya, Nus!

24/03/19

Masa Lalu?

Kemarin abis timbil Adkesma, dan ada pertanyaan “Hal apa yang bikin kamu inget mantan?” tentu saja jawaban gue adalah “Sepanjang ruas jalan Kelapa Dua – Margonda Depok”

Setiap meternya punya kenangan masing-masing. Dia yang waktu itu tiba-tiba berhenti di seberang Gundar, terus gue disuruh tutup mata. Pas buka mata, eh tiba-tiba ada setangkai mawar, tumben banget. Dia cuma cengengesan “sekali-kali Din” gitu katanya.

Atau beberapa hari sebelum dia tes Akpol, di escalator Margo City, dia bilang “Ini main kita yang terakhir,” gue sebel banget. Apa coba maksudnya? Akhirnya setelah keluar Margo, tepat setelah muter balik di depan Detos, gue nangis. Gue nangis sepanjang jalan sambil peluk dia, tapi dia ngga tau. Gue sesedih itu karena inget kalo dia lolos Akpol berarti kta bakalan jauh. Sampe Jalan Raya Bogor baru berhenti nangisnya. Kalo dipikir-pikir, bucin banget ya gue.

Ah, kayanya panjang banget kalo harus diceritain di sini. Ini semua karena satu pertanyanyaan nyebelin di timbil Adkesma, lol.

We stand in different path now. Dan ngga pernah interaksi lagi. mungkin memang udah saatnya untuk kembali menjadi stranger. Padahal lucu juga ya, dulu kita sharing banyak hal bareng, pergi ke banyak tempat bareng, berbagi mimpi, saling menyayangi, tapi mendadak seolah ga saling kenal dan memaksa otak untuk saling melupakan.

Gue ga pernah paksa otak gue buat lupain semuanya sih, to be honest. Karena biar gimanapun, itu semua adalah hal yang membentuk gue sekarang. Gue bener-bener bersyukur atas apa yang sudah lalu, baik senang maupun sedih. Gue bersyukur menghabiskan masa putih abu-abu gue dengan dia, gue bersyukur berbagi mimpi gue tentang UI dengan dia, gue bersyukur dia pernah jadi bagian dalam hidup gue. Bagi gue pada saat itu, dia adalah my significant others, tapi entah di mata dia gue gimana.

Tapi gue lebih bersyukur atas apa yang gue punya sekarang. Gue bangga sama diri gue tetap bisa meraih goals di tengah keterpurukan pada saat itu. I’m truly blessed. Alhamdulillah.



Jakarta 17 maret 2019

11.26 pm





Please siapapun kalian, harap diingat: menulis ttg masa lalu bukan berarti lagi galau, gagal move on, atau apalah. Bisa aja ini sebagai bentuk apresiasi atas ketangguhan diri karena udah berhasil ngelewatin ujian di masa lalu, atau simply yaa kangen aja sama momentnya. Udah itu aja.

02/03/19

Men in Uniform #4: Over

Men in Uniform edisi 4. Edisi terakhir. Wow, ngga nyangka sesingkat ini. Pft.

Semesta memang lucu. Semua hal dengan mudah diobrak-abrik, termasuk hati. Hampir setahun yang lalu gue nulis soal kekecewaan gue terhadap subjek di tulisan ini. Kekecewaan yang awalnya kecil dan sering kali kami abaikan, tetapi lama-lama membesar dan mulai ngga bisa gue tolerir lagi. Semua pun berubah, baik gue pun dia. Kami menjadi dua orang yang sangat berbeda. UI dan IPDN lah yang membuat kami berbeda. Lingkungan, teman, dosen, kegiatan, kesibukan, semua memengaruhi. Kami kaya udah ga kenal lagi satu sama lain. Ya, inilah hidup. Setiap naik satu level, pasti ada yang harus berubah, biar tetap survive. Katanya.

Dia salah, pun gue juga pasti ada salah. Entahlah. Kami terus saling menyakiti untuk satu semester terakhir. Bikin gue mikir "kok gini amat sih pacaran". Gue bertahan untuk alasan klise yang gue tau itu ngga seharusnya jadi sebuah alasan. Gue menyakiti diri gue sendiri.

Ini berat buat gue, jujur aja. Ya menurut situ aja deh, putus dari hubungan yang udah menahun, mana ada yang mudah? Hahaha. Mungkin, bukan putusnya yang bikin gue hancur. Tapi proses putusnya. Gimana ngerasain dibuang layaknya sampah. Bener-bener tanpa sepatah kata penjelasan saat itu juga, pun sekedar kata "Ya". Gue benar-benar merasa rendah diri. Apa gue sebegitu ngga berharganya sampai-sampai ketika bilang putus pun dia ngga peduli? Sebegitu udah ngga sayang ya?

Gue dibilang bodoh sama orang-orang terdekat gue ketika bilang abis minta si subjek buat kasih penjelasan. Tapi, entahlah, gue kaya yakin aja dia bakal kasih penejelasan. Iya bener loh, kita akhirnya ketemu. Tapi entah kenapa gue merasa belum puas. Gue merasa masih ada yang ditutupi, gue merasa belum selesai. Masih mengganjal dan bener-bener mengganggu.

Tapi.. gue bisa apa? Yaudah. Terima aja. Berharap semesta bantu gue untuk bangkit lagi, untuk yakinin bahwa gue berharga, untuk yakinin gue bahwa ini keputusan terbaik.

Mungkin bukan tentang siapa yang salah, atau siapa yang paling tersakiti. Tapi ini tentang individu. Jarak boleh ada, tetapi ketika individunya masih ingin berjuang, tidak ada yang tidak mungkin. Pun dengan waktu, mungkin, singkatnya, ini lah waktunya untuk berpisah. Udah waktunya untuk kembali berjarak, seperti 3,5 tahun yang lalu.

Gue bahagia atas semua yang sudah lalu. Pun dengan yang membuat luka, gue bahagia. Karena semua itu yang membentuk gue sekarang. Memang belum sebegitu kuat, tapi gue hari ini jauh lebih kuat dari gue yang kemarin.

Dan,
Benar kata Mama, gue ngga boleh takut dan terpuruk karena kehilangan satu orang. Disuruh percaya aja kalau bakal dikasih ganti sama Allah. Ngga sampe satu bulan, Allah udah kasih gantinya loh. Ngga tanggung-tanggung, langsung 7 orang sekaligus! Penggantinya bukan dalam sosok pacar, tapi teman-teman yang akan mendampingi gue di kepengurusan tahun ini. Bismillah.


Ditulis di Jakarta, dalam kamar kecil gue, yang pernah dipakai si subjek sholat. Ditulis bersambung pada tanggal 17 Februari dan 3 Maret 2019.
2.26 AM

17/02/19

Takdir

Ada banyak hal yang bisa kita perjuangkan, kecuali takdir.

Lahir dari keluarga siapa, lahir sebagai anaknya siapa, lahir sebagai suku apa, lahir dengan warna kulit apa, bahkan lahir sebagai laki-laki atau perempuan juga tidak ada yang bisa memilih, kan?

Lalu, sampai pada suatu hari kamu sadar bahwa hal tersebut akan sangat berpengaruh ke dalam hidup kamu. Naif ya kedengerannya, tapi ya ini lah hidup.

Ya, kita bisa "mengubah" takdir, dengan berusaha. Tapi.. tetap, akan ada hal-hal di luar batas dan kita ngga bisa mengubahnya. Ini lah hidup.

Takdir pun yang membawa kita ke dalam lingkungan kita. Hidup di mana, siapa teman kita, seperti apa lingkungan kita, hal-hal seperti itu. Termasuk dengan siapa kita akan menghabiskan sisa hidup.

Mungkin sudah saatnya kita mencari orang yang bisa menerima kita dengan segala takdir yang mengikutinya. Orang yang tidak akan pernah membuatmu menyesal terlahir sebagai diri kamu. Orang yang membuat kamu bangga menjadi kamu. Orang yang membuat kamu merasa berharga dan bahagia.

Selamat mencari!

Jakarta, 17 Februari 2019
19.07

07/03/18

Obsesi?

pernah pada suatu hari aku membaca sebuah tulisan. isi nya kurang lebih tentang sebuah hubungan yang sebenarnya bukan lagi dilandasi oleh rasa cinta, melaikan rasa "sayang". Sayang? Iya, "sayang, ah, kalo putus, udah jalan 2 tahun nih" atau "sayang kalo putus, orang tuaku udah sreg sama dia" and so on.

aku sempat berpikir bahwa, hei, hal tersebut ngga ada apa-apanya dibanding rasa dicintai, diperjuangkan, dan yang paling penting yaitu rasa nyaman.

tulisan itu berlalu begitu saja tanpa membekas di pikiranku lama-lama.

hingga suatu hari aku tersadar, apa jangan-jangan sekarang aku sedang berada di posisi itu?

aku berpikir, apa iya?

aku mencoba melihat ke sisi lain, sisi dimana aku merasa begitu dicintai dan diperjuangkan oleh dia. lalu sisi ketika aku merasa begitu diabaikan pun muncul. silih berganti. aku merasa bukan lagi prioritasnya. bukan, bukan berarti aku ingin selalu dinomor satukan, tidak. aku mengerti bahwa ia memiliki mimpi yang harus dikejar, tanggung jawab yang harus ia jalani, keluarga yang menggunya pulang, hingga teman yang menginginkan berjumpa. pun denganku.

tapi bila seseorang masuk ke dalam prioritasmu, bukankah selalu ada waktu yang bisa diluangkan? sekadar telepon untuk 15 menit?

dia bilang aku ngga boleh cengeng cuma karena cinta. dengar aku, aku tidak cengeng! apa salah aku menangis karena merasa dikecewakan? merasa diabaikan? ketika disakiti?

kadang aku merasa bahwa, aku terobsesi. terobsesi oleh dirinya yang terkadang terlihat begitu sempurna di mataku. tapi kadang pula, aku merasa benci. mengapa aku mencintai dirinya. sebegitu besarnya.

jika ada pertanyaan dari Tuhan tentang apa yang aku inginkan, aku ingin meminta untuk berhenti terobsesi dan mencintainya begitu dalam. cukup mencintai sedikit, atau biarkan menipis setiap harinya. hingga hilang dan aku bisa lupa. berhenti dulu untuk mencintai seseorang, mungkin?


Depok, 7 maret 2018 9:59 a.m
--ditulis di sela-sela kelas MPKTB
COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES