30/09/15

Untuk September


Terima kasih untuk segalanya, September

Terima kasih karena sudah bersedia datang kembali untuk mengembalikan senyum di bibir ini yang telah lama hilang

Terima kasih karena sudah menghujani hati ini kembali setelah sekian lama haus menunggu hujan itu

Terima kasih karena telah menemani perjalanan panjang ini hingga akhirnya kutemukan dermaga tempat raga ini berlabuh

Terima kasih karena memilihku untuk bisa merasakan menjadi gadis kecilmu

Terima kasih karena telah mengizinkanku untuk merasakan wanginya taman cinta

Terima kasih karena sudah menginzinkanku untuk merasakan istimewanya dirimu

Terima kasih karena telah mengizinkanku mengetahui bagaimana rasanya jatuh cinta

Terima kasih karena telah mengizinkanku merasakan debaran itu

Terima kasih karena sudah mengizinkanku untuk jatuh cinta kepadamu

Sekali lagi, terima kasih untuk segalanya, September

Dan,

Terima kasih karena sudah bersedia menemani tujuh belas tahun perjalanan hidupku

Ada hal yang perlu kamu ingat, September. Tidak ada bulan lain yang paling kutunggu selain dirimu. Tidak ada pula bulan lain yang seistimewa dirimu.


Sampai bertemu di tahun depan. Semoga kamu tetap semenyenangkan tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya!




Jakarta, 30 September 2015 – 7:37 pm
Dinda

26/09/15

Mengapa?

Waktu itu, ada teman yang bertanya “Kenapa paskib sih, Din? Dan bukannya lo ngga interest ya sama kegiatan fisik gitu?”. Iya sih, gue emang ngga tertarik sama kegiatan fisik gitu. Hmm… gue lebih milih jadi siswa yang sekolah-pulang-sekolah-pulang ketimbang harus ikut ekskul atau apalah, meskipun ekskulnya cuma ekskul yang ‘ringan’ macem Rohis. Dan waktu SMP pun ekskul gue ngga neko-neko, itu juga gue jarang dateng kalau ada kumpul –hehe, males banget abisnya. Tapi semua berubah, sejak Negara api menyerang… ngga deng, tapi sejak gue kenal paskib, Paskibra Achmad Yani tepatnya.
 
“Paskib tuh bukan bakat, tapi jiwa,” – Ahmad Nu’man, 2015
 
Gue suka banget sama kalimat yang diucapin temen tebengan gue, Nu’man –haha maafkan Man, gue nulis nama lo di sini. Paskib itu jiwa. Ngga tau kenapa ya, tapi gue rasa, gue jatuh cinta sama Paskib ini.

Gue bener-bener jatuh cinta.

Jujur aja, gue bingung harus jawab kayak gimana pertanyaan temen gue yang di atas itu. Waktu itu, akhirnya gue jawab secara klise dan ngambang “Karena paskib merubah segala aspek dalam hidup gue,”. Gue rasa, jawaban itu ngga terlalu menjawab pertanyaan temen gue sih. Tapi menurut gue, jawaban itu udah cukup mewakilkan alasan-alasan di otak gue yang ngga berhasil gue visualisasikan.
 
Paskib mengubah pola pikir gue tentang orang-orang yang rela membagi waktunya untuk kegiatan fisik kayak gini. Selama ini, gue berpikiran anak paskib tuh keras dan sombong. Ngga ada alasan di balik itu semua, murni opini gue aja. Paskib juga mengubah pola pikir gue tentang bersikap sama senior, senior di mana pun, ngga cuma di paskib. Paskib mengubah pola pikir gue tentang attitude sesama anggota paskib, baik yang satu sekolah maupun beda sekolah. Paskib mengubah pola pikir gue, bahwa ngga semua siswa pintar itu nerd dan geek, kerjaannya belajar mulu, atau ngambis adalah motto hidupnya. Ternyata ada banyak siswa pintar yang jadi anggota paskib, yang rela membagi waktu belajarnya untuk memikirkan “Gue bisa kasih apa nih ke paskib?”. Paskib mengubah pola pikir gue tentang organisasi. Selama ini, gue kira organisasi “hanya” tentang lo sebagai ketua, lo sebagai sekretaris, lo sebagai humas, gue sebagai anggota, dsb. ternyata, organisasi juga butuh ikatan batin dan kehangatan kekeluargaan di dalamnya. Dan masih banyak lagi yang nggak sanggup gue ketik lagi :(
 
Gue juga ngga pernah nyangka bisa gabung jadi anggota keluarga Paskib sekolah gue. Bener-bener gak kebayang gue bakal jadi anak paskib di SMA. FYI, gue selalu nyirnyir di dalam hati setiap ngeliat anak paskib di SMP gue latihan. “Yaelah, ngapain sih pulang sekolah latihan kaya gitu? Emang ngga capek apa? Panas lagi, dan ditambah kena omel pelatih. Mending tidur di rumah deh,” hehehe, siapapun yang baca ini dan kebetulan anak paskib di SMP gue, maafin yaa. Waktu itu gue belum kenal kehangatan keluarga di paskib :)

Nyatanya, satu tahun terakhir, gue ada di posisi temen-temen gue yang pernah gue nyirnyirin. Gue latihan hampir tiap pulang sekolah. Panas-panasan. Kena omel senior. Turun push-up. Nahan senyum padahal saat itu udah capek banget, gak kuat. Dan segala hal yang sebenernya bukan gue banget, tapi ngga tau kenapa, gue enjoy. Gue seneng kok ngejalaninnya. Bukan, bukan karena ada senior yang gue taksir kok. bukan juga buat sok aktif ikut ekskul. Bukan juga karena gue bosen di rumah—rumah adalah tempat ternyaman di dunia, you know. Tapi… gue juga ngga tau karena apa atau siapa. Tapi, cinta kan gak butuh alasan, right? #tsaah.

“Gue suka cara paskib mainin feel gue. Gue benci saat-saat kita turun push-up dan panas-panasan latihan. Gue rasanya mau mundur aja, tapi ngga pernah bisa. Kenapa? Karena ada kalian, gue ngerasa worth it ngejalanin hal-hal nyebelin itu karena bareng kalian.”

Kurang lebih itu jawaban temen gue saat ditanya apa alasannya yang bikin bertahan di paskib. Gue setuju banget sama jawaban dia.

Dan sudah hampir satu tahun berlalu. Masa jabatan gue sebagai junior juga udah hampir habis. Gue dan teman-teman seperjuangan gue akan naik kelas, kita akan jadi senior. Kita akan punya adik baru di keluarga ini. Gue super excited. Gak sabar. Siapapun kalian—calon adik kami, percayalah, kami memilih kalian bukan karena postur tegap kalian. Bukan karena wajah cantik dan tampan yang menarik perhatian. Bukan juga karena senyum manis dan suara yang menggelegar. Tapi, karena kami tau, kalian adik kami. Kalian yang pantas jadi adik kami, adik dari 29 :)

Dan rasanya super kangen sama masa-masa latihan.

Super kangen sama masa-masa pulang latihan udah hampir maghrib, dan rasanya mau langsung tidur aja sampe rumah.

Super kangen sama masa-masa nunggu angkot yang lama banget karena udah maghrib.

Super kangen sama nangis bareng saat pengumuman lomba.

Super kangen dapet jarkoman dari senior kalau besok ada latihan pagi-pagi.

Super kangen sama kulit yang jadi keling banget karena latihan di bawah sengatan matahari. 

Super kangen sama hal-hal itu. Iya, kangen. Padahal pada masa itu, gue benci banget sama hal-hal itu. gue baru sadar, emang ngga semua hal yang kita benci itu benar-benar kita benci. Bakal ada saatnya kita kangen sama hal-hal itu.

Latihan, ketemu mereka, forum bareng, ngobrolin hal absurd, nunggu angkot bareng sama genk hankam, nge-ship dua orang di antara kami, makan bareng, nge-bully salah satu dari kami –bully bercanda kok, jangan khawatir, dan sederet hal-hal yang rutin kami lakuin bareng lainnya. Rasanya udah jadi kebiasaan, dan akan aneh kalo ngga dilakuin.

Serius kangen itu semua.

Well akhir kata, selamat menempuh tugas baru kesayanganku, 29! :D



**
Lagi buka folder yang isinya tulisan random gue di laptop, dan nemu tulisan ini. Well, gue ngga inget kapan nulis itu, yang jelas tulisan tadi gue tulis semasa gue masih sebagai junior terkecil di PAY. Ya, sekarang gue udah punya ‘adik’ hehehe.

Yang jelas, perasaan gue terhadap paskib –PAY, exactly, masih sama, dan akan terus sama.



Jakarta, 26 September 2015 – 2:53 pm

dinda

24/09/15

Sudah Kuputuskan

Sudah kuputuskan
Untuk jatuh kepadamu
Kepadamu yang tak kuduga sebelumnya
Tapi, tunggu
Bukankah hati memang tak dapat ditebak?

Sudah kuputuskan
Memilih dirimu
Untuk menamani hari-hari panjangku
Untuk menjadi tempat berbagi sukaku
Untuk berbagi dukaku

Sudah kuputuskan
Untuk menggenggam erat jemarimu
Dan memeluk erat tubuhmu
Hingga terdengar detak jantungmu
Dan tercium aroma tubuhmu

Sudah kuputuskan
Untuk selalu seperti ini
Rasa yang sama setiap hari
Kepadamu
Kumohon, rasakan hal yang sama juga



Jakarta, 24 September 2015 – 11:25 pm

Dinda


13/09/15

Hallo, Nus -- Cerita Si Agen Rahasia


Hallo, Nus. Aku nulis surat lagi, nih, untukmu. Tenang, suratku kali ini bukan tentang kepedihan dan keputus-asaan, kok. ini tentang bahagiaku, yang aku ingin kamu mendengarnya.

Aku telah menemukan Keenan-ku, Nus, sama seperti Kuggy. Ia seunik Keenan. Ia secuek Keenan. Ia semanis Keenan. Tapi, meski begitu, Keenan-ku dan Keenan milik Kuggy tentu berbeda.

Aku bertemunya sudah sejak lama. Hmm, tidak terlalu lama juga sih, Nus. Kami bertemu secara tidak sengaja di suatu tempat. Tempai itu nyaman dan berhasil membuat masa abu-abu ku jadi lebih berwarna. Aku sudah beberapa kali menceritakan tempat itu di surat-suratku, Nus. Aku harap, kamu ingat apa tempat yang ku maksud ini.

Nus, Keenan-ku juga sudah sering aku tulis di surat-surat yang ku kirim kepadamu. Kau ingat, ketika aku menuliskan surat tanpa judul kepadamu beberapa waktu yang lalu? Aku menyebutkan ia dalam suratku, dalam surat cintaku yang aku ingin kau sampaikan padanya. Aku tidak tahu, Nus, apakah kamu menyampaikan surat itu kepadanya atau tidak, yang kutahu, aku senang karena surat itu menjadi nyata.

Nus, terima kasih telah menungguku selama ini. menungguku untuk mengarungi surat-surat tanpa judulku kepadamu. Terima kasih telah menemaniku selama ini. menemaniku untuk menemukan Keenan-ku. Terima kasih telah menerima segala kegilaan dan ketidak-jelasan yang sering aku tuliskan dalam setiap surat tanpa judulku itu. dan, terima kasih karena telah menyetujui Keenan-ku untuk menjadi agen barumu!

Oh iya, Nus, satu lagi. surat ini kutulis pada tanggal 13 September, tapi tolong izinkan aku menulisnya dengan menggunakan tanggal 29 Agustus. Mengapa? Karena di tanggal itu aku menemukan Keenan-ku.

Terima kasih, Nus. Sampai jumpa di surat-suratku berikutnya.






Jakarta, 13 September 2015 – 2:43 PM

Dinda
COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES