07/03/18

Obsesi?

pernah pada suatu hari aku membaca sebuah tulisan. isi nya kurang lebih tentang sebuah hubungan yang sebenarnya bukan lagi dilandasi oleh rasa cinta, melaikan rasa "sayang". Sayang? Iya, "sayang, ah, kalo putus, udah jalan 2 tahun nih" atau "sayang kalo putus, orang tuaku udah sreg sama dia" and so on.

aku sempat berpikir bahwa, hei, hal tersebut ngga ada apa-apanya dibanding rasa dicintai, diperjuangkan, dan yang paling penting yaitu rasa nyaman.

tulisan itu berlalu begitu saja tanpa membekas di pikiranku lama-lama.

hingga suatu hari aku tersadar, apa jangan-jangan sekarang aku sedang berada di posisi itu?

aku berpikir, apa iya?

aku mencoba melihat ke sisi lain, sisi dimana aku merasa begitu dicintai dan diperjuangkan oleh dia. lalu sisi ketika aku merasa begitu diabaikan pun muncul. silih berganti. aku merasa bukan lagi prioritasnya. bukan, bukan berarti aku ingin selalu dinomor satukan, tidak. aku mengerti bahwa ia memiliki mimpi yang harus dikejar, tanggung jawab yang harus ia jalani, keluarga yang menggunya pulang, hingga teman yang menginginkan berjumpa. pun denganku.

tapi bila seseorang masuk ke dalam prioritasmu, bukankah selalu ada waktu yang bisa diluangkan? sekadar telepon untuk 15 menit?

dia bilang aku ngga boleh cengeng cuma karena cinta. dengar aku, aku tidak cengeng! apa salah aku menangis karena merasa dikecewakan? merasa diabaikan? ketika disakiti?

kadang aku merasa bahwa, aku terobsesi. terobsesi oleh dirinya yang terkadang terlihat begitu sempurna di mataku. tapi kadang pula, aku merasa benci. mengapa aku mencintai dirinya. sebegitu besarnya.

jika ada pertanyaan dari Tuhan tentang apa yang aku inginkan, aku ingin meminta untuk berhenti terobsesi dan mencintainya begitu dalam. cukup mencintai sedikit, atau biarkan menipis setiap harinya. hingga hilang dan aku bisa lupa. berhenti dulu untuk mencintai seseorang, mungkin?


Depok, 7 maret 2018 9:59 a.m
--ditulis di sela-sela kelas MPKTB
COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES