03/07/15

Cerita Si Agen Rahasia


Nus, semalam dia datang kepadaku. Mengatakan sesuatu hal yang sangat kubenci. Sesuatu yang tak pernah ingin kudengar dari siapapun, terlebih dari mulutnya. Setelah perjalanan panjang yang pernah kita bangun, ia memutuskan mundur. Ia memutuskan pergi. Ia meninggalkanku bersama segala harapan yang pernah kita mimpikan bersama. Ia pergi, Nus.

Aku ingin marah kepadanya. Ingin kutampar pipinya. Ingin kucaci di depan wajahnya. Ingin kuceritakan kembali segala cerita yang pernah kita jalani bersama. Segala duka yang pernah kita bagi bersama. Segala cita yang pernah kita raih bersama. Aku ingin, Nus.

Tapi kemudian, aku tersadar. Aku mungkin bukan yang ia ingin. Aku mungkin bukan yang ia cari selama ini. aku mungkin bukan rumah yang ingin ia tempati. Aku mungkin hanya persinggahan sesaat, sebelum ia berhasil menemukan rumahnya yang sesungguhnya. Aku sadar, Nus.

Akhirnya aku diam, Nus. Aku tak meraung memintanya untuk tetap di sini. Aku tidak juga dengan muak mengusirnya. Aku membiarkannya mengatakan itu. Membiarkan diriku mendengar kalimat perpisahan dari mulutnya. Bukan aku tidak ingin memintanya untuk tetap tinggal, Nus. Aku.. aku hanya sangat lelah memintanya untuk tetap tinggal. Sudah habis rasanya kesabaranku untuk melunakan hatinya yang kini sekeras batu.



**


Teruntuk temanku yang memilih pergi,

Aku harap kamu membaca tulisan ini. Tulisan ini tentang kamu, kamu yang akhirnya menyerah dan memilih pergi. Kamu yang selama ini tidak mau membagi cerita itu kepadaku. Kamu yang selama ini selalu kuperjuangkan. Kamu yang selama ini aku sayang. Kamu yang selama satu tahun terakhir ini menemani perjalananku.

Percayalah, aku tempatmu kembali. Kubuka selalu lenganku untuk kembali memelukmu. Kubuka selalu hatiku untuk kembali kauisi. Kubuka selalu rumah ini untuk kembali kauhuni. Percayalah, kamu akan selalu menjadi bagian dari hidupku.

Dan untuk temanku yang (masih) bertahan,

Percayalah, kita bisa terus menjaga rumah ini. Kita bisa menjadi tim yang tangguh untuk membangun kembali semuanya. Kita keluarga, bukan begitu?

Untuk siapapun yang membaca ini,

Yakinkanlah dirimu sebelum mengambil suatu keputusan. Kalian tidak akan tahu ada berapa hati yang patah ketika kalian memilih untuk keluar dari keputusan yang telah kalian pilih di masa lalu.








Jakarta, 3 Juli 2015 – 8:48 PM

Dinda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih untuk komentarnya :)