16/04/16

hm?


Salah satu kekurangan gue adalah selalu berusaha untuk memaafkan, tapi kenyataannya gue ngga (akan) bisa untuk selalu memaafkan.

Memendam adalah pilihan gue, ketika orang yang gue sayang melakukan hal yang menyakiti gue. Gue sakit, tentu saja. Tapi ngga untuk mereka tahu. Gue mau, mereka—orang-orang yang gue sayang—taunya gue fine aja dengan yang mereka lakukan. Satu alasannya, gue ngga mau memberitahukan bahwa mereka menyakiti gue, adalah karena gue ngga mau mereka merasa bersalah karena telah melukai gue. Padahal gue melupakan satu hal, bahwa dengan gue melakukan hal tersebut, sama saja seperti gue menambahkan goresan luka yang sudah mereka buat.

Terdengar naïf ya? Tapi, ya itulah gue.

Kekurangan gue yang lain adalah meledakkan semua emosi gue ketika gue sudah terlalu lelah untuk memendam. Gue langsung meledak. Laksana gunung api memuntahkan semua isi perutnya. Gue langsung kacau. Gue emosian. Gue jadi super sensitive dengan segala hal. Gue jadi cengeng. Gue jadi menutup telinga gue atas semua nasihat orang terdekat, demi memenangkan ego gue sendiri. Jujur, gue ngga mau kaya gitu. Dengan meledak, biasanya gue jadi bikin orang-orang yang gue sayang ngerasa bersalah, which is itu malah lebih menyeramkan ketimbang mereka tahu kalau mereka menyakiit gue dari awal, kan?

Gue ingin semuanya baik-baik aja. Gue ingin semua di bawah kontrol gue. Gue ingin hidup yang happy ending kaya di fairy-tale. Gue sangat realistis, tapi gue juga sangat percaya pada keajaiban. Padahal, kedua hal tersebut (sangat) bertentangan. Hal-hal itulah yang mebentuk karakter gue yang suka “yuadahlah, mungkin mereka lagi ngga in a good mood, makanya mereka nyakitin gue” and act like everything is ok and nothing happened. Dan itu salah banget.




Jakarta, 16 April 2016 – 9.06 PM

-d-

06/04/16

Hellow!

Lagi galau nih ahahaha. Lagi capek akhir-akhir ini. lagi bosen. Lagi jenuh sama semua hal. Hhhh

Hmm.. gue pengen tanya, pernah ngga sih lo kemakan omongan lo sendiri?

Gue pernah. Dan gue mau cerita.

Duluuuu banget, waktu gue belum “memilih” untuk mengenal lebih dekat secara personal lawan jenis gue, gue ngerasa kalau gue ngga akan bisa nangis karena cowok. Konyol aja gitu menurut gue. Nangis karena cowok? Gak. Gak akan. Iya, gue emang sekeras kepala itu hahaha. Karena yaa, cowok banyak kali. Ngapain pake nangisin cowok yang jelas-jelas udah nyakitin hati sih? Jadi, kalau pada saat itu ada yng curhat bahkan nangis di depan gue secara langsung karena cowok, gue akan bingung. Gue mau marah karena dia udah sia-sia buang air mata buat cowok yang udah nyakitin, tapi di sisi lain empati gue termasuk tinggi, gue gampang iba. Jadi ya antara batin dan otak gue kayak perang gitu deh, dan gue jadi bingung.

Tapi.. setelah gue mau membuka diri untuk mengenal lebih jauh para cowok ini (kaya udah “fine” ketika ada yang ngasih sinyak pdkt, dsb nya ya, bukan sekedar kenal dan berteman) gue jadi malu pernah ngomong kalau gue ngga akan nangis karena cowok. Hehehehe. Btw, gue abis nangis nih, mata guepun masih berat tapi untungnya sih ngga bengkak ya, jadi gue ga perlu takut buat keluar kamar HAHAHA.

Gue nangis barusan. Karena cowok. Karena pacar gue. Ngga, dia ngga nyakitin gue, ngga pernah malah (atau belum ya? Huft jangan deh). Tapi gue nangis karena.. karena diri gue sendiri. Gue ini super insecure dengan segala hal yang menyangkut pandangan orang terhadap gue. Gue mau selalu terlihat baik, gue mau selalu jadi anak manis, gue mau selalu perfect, gue ngga mau dinilai negative sama orang lain. Iya, gue tau gue salah, gue egois. Ngga akan ada orang yang sempurna di dunia ini. dan apalah gue, cewek jutek yang gampang banget baper ahahah pasti banyak yg ngga suka. Tapi, ya itulah gue. Si perfeksionis yang ngga mau keliatan “jelek”. Dan sifat gue itupun terbawa ke dalam hubungan gue dengan cowok gue ini. gue mau jadi cewek termanis yang dia kenal, gue mau jadi cewek termenyenangkan yang dia tau, gue mau gue adalah satu-satunya cewek yang dia lihat. Gue maunya begitu. Maka dari itu, gue sering takut berlebihan kalau suatu saat dia sadar gue ngga secantik temen-temen lesnya, gue ngga seasyik temen-temen di sekolah lamanya, dan yang paling gue takut, gue ngga sepengertian sahabat dia yang udah kenal dari zaman SD. Gue takut dia ngga liat gue lagi. gue nyiksa diri gue sendiri dengan pikiran-pikiran itu. gue bisa uring-uringan, bisa tiba-tiba ngerasa nyesek gitu ahahah, bisa nangis juga tiba-tiba. Pokoknya gue jadi super random deh.

Oh iya, gue belum pernah ngomong tentang ini ke dia. Gue ngerasa belum nemuin waktu yang tepat aja buat ngomong ini. banyak masalah yang lagi dia hadapin, dan kayanya gue egois banget deh kalau tiba-tiba ngomong panjang tentang apa yang gue rasa, belum lagi kalau pake nangis-nangisan wkwkwk. Mending dia mikirin masalah dia dulu, diselesaiin, baru gue coba cari waktu buat cerita soal apa yang gue rasa. Sstt, doain supaya gue berani ya, gue orangnya gengsian banget soalnya wkwkwk #TheTrueVirgo.

Hmm, dia bukan cowok pertama yang jadi alesan gue merelakan air mata gue turun sih, heeee. Tapi cowok yang sebelumnya, ngga sesering ini. Hm, mungkin juga karena cowok yang dulu ngga sampe jadi kali ya, jadi gue masih ngerasa gengsi buat nangisin cowok yang belum punya hubungan apa-apa sama gue hehehe.


Ok. Sekian curhat alay gak jelas ini.



Jakarta, 6 April 2016 – 10.18 PM

Masih dengan mata yang sembab,

-d-



P.s kalau kamu baca, maafin aku yang alay ini pake nulis di blog segala. Plis, jangan mikir macem-macem, kamu tau kan aku ini sukanya nulis hal-hal yang random? :b

22/03/16

Ini tentang aku, Si Pengamat Ulung. Si pemimpi yang memimpikan kamu, Si Kutu Butu, katanya.

Ini tentang kamu, laku-laki yang duduk di pojok kedai itu bersama setumpuk buku usang. Ditemani segelas kopi hitam yang sudah tidak lagi mengepul. Sesekali tangan kiri itu membenarkan posisi kacamata dengan bingkai berwarna coklat yang kamu kenakan.

Ini tentang hujan yang datang. Menyisakan embun di balik jendela kedai. Dengan suhu yang turun, menyisakan gemeletuk di antara gigi orang-orang.

Ini tentang fajar yang kembali datang menggantikan hujan yang sudah menemani semalaman. Semburat jingganya menghangatkan diriku; masih tetap di dalam kedai itu, mengamatimu.

Ini tentang waktu, ketika kamu dan aku lalu berpisah. Perpisahan kita abadi, begitu katamu. Entah apa maksudmu, aku tak paham. Aku hanya tahu, bahwa, dulu kita pernah ada, bersama. Hingga akhirnya kaca-kaca itu pecah, dan semua tak lagi sama. Kamu, Si Kutu Buku kemudian pergi dan menyisakan jejak-jejak kisah yang tak mungkin ku hapus.

Ini tentang… ah sudahlah, aku tak tahu ini tentang apa. Yang kutahu hanyalah, kau Si Kutu Buku yang betah duduk dengan setumpuk buku di pojok kedai kopi itu, dan aku, Si Pemimpi, yang betah duduk dari jauh untuk mengamatimu hingga fajar menjelang.





-d-

Jakarta, 22 Maret 2016 – 7.49 PM

15/03/16



Ketika Tuhan telah menuliskan cerita hidup umat-Nya, maka siapa yang bisa mengajukan diri untuk mengubah cerita tersebut?

Sekalipun mungkin kamu –dan aku, tidak bisa setuju dengan jalan ceritanya, Tuhan tetaplah Penulis cerita hidup terbaik di semesta.

Sekalipun aku tetap tak henti bertanya, kenapa aku yang Ia pilih untuk menjalankan peran di cerita ini. Maku belum ikhlas. Mungkin aku belum bisa terima. Apapun itu, kumohon Tuhan, buatlah aku untuk dapat menerima peran yang sudah Kau tetapkan.




-d-

Jakarta, 15 Maret 2016 – 12:08 AM

09/03/16

[Scolio’s Talk] : A Year Ago

Hallo!


Ada yang tau apa itu skoliosis? Atau pernah denger, tapi ngga ngerti apa-apa tentang skoliosis?

Mengutip dari Wikipedia Bahasa Indonesia, skoliosis adalah kelainan pada rangka tubuh yang berupa kelengkungan tulang belakang. Lebih jelasnya, skoliosis itu kelainan tulang yang menyebabkan tulang belakang melengkung menyerupai huruf C atau S. Sebanyak 75%-85% kasus skoliosis adalah idiopatik (gak diketahui penyebabnya), yang salah satunya adalah aku, aku idiopatik skoliosis.

Sebenarnya, skoliosis itu bukan hal baru di hidupku. Aku pernah dapat materi tentang kelainan tulang belakang ketika aku duduk di bangku sekolah dasar. Seingetku, ketika SMP ada juga kok materi tentang kelainan tulang belakang ini. Tapi pada saat itu aku berpikir, emang ada ya orang yang punya kelainan kaya gitu? Lalu, sekitar kelas 8 SMP, aku secara ngga sengaja membaca sebuah novel yang menceritakan seorang gadis scolioser yang mempunyai hubungan dengan laki-laki pengidap HIV/AIDS Judul novel itu adalah Waktu Aku Sama Mika, dan novel itu juga diangkat ke layar lebar dengan judul Mika, loh! ^^

Berawal dari iseng, aku men-tweet salah satu kutipan di novel itu, dan surprisingly, kak Indi, penulis novel sekaligus tokoh di novel tersebut, me-retweet tweet aku, dan akupun mulai kepo sama akun twitter-nya. Aku akhirnya follow, dan menemukan link ke blog dia, duniakecilindi.blogspot.com. semenjak saat itu, aku jadi sering baca blogpost dia dan membaca cerita-cerita tentang skoliosis yang ia idap. Bahkan aku pernah bertemu kak Indi di acara Meet and Greet-nya. Itu untuk pertama kalinya aku datang ke acara M&G seseorang loh! Pokoknya dia inspirator buatku.

Lalu sekitar Februari tahun lalu, ada teman sekelasku yang divonis skoliosis oleh dokter. Singkatnya, ketika jam istirahat sekolah, dia cerita tentang skoliosisnya dia, termasuk ciri-ciri pengidap skoliosis. Akupun kaget, karena apa yang dia jelasin, itu sama banget sama kondisi tubuhku. Akhirnya dia anterin aku ke toilet sekolah, dan bantu cek tubuhku. Dan dia bilang kalau kemungkinan aku juga punya skoliosis. Di situ aku bener-bener kaget dan ngga paham apa maksud dia bercanda atau ngga. Akhirnya aku cerita ke orang tua ku. Papaku bilang kalau itu nggak mungkin, aku hanya capek aja karena begitu masuk SMA aku ikut kegiatan yang berhubungan sama fisik. Tapi aku tetep keukeuh untuk periksa ke dokter. Akhirnya, setelah beberapa minggu, Papaku setuju untuk periksain tulangku ke dokter.

Aku ke dokter diantar Mama. Apapun vonis dokter nanti, aku yakin, aku sudah siap. Tapi, begitu dokter jelasin hasil rontgen bahwa aku udah 35 derajat kemiringannya (termasuk skoliosis ringan menuju berat), aku ngerasa hancur. Aku nangis saat itu juga di depan dokter itu. Dunia kayak runtuh. Rasanya sakit, kecewa, marah, sedih, ngga percaya. Semua campur aduk. Mungkin kalian pikir aku ini lebay, cuma vonis kaya gitu doang kok sampe ngerasa hancur? Tapi ya itulah yang aku rasa. Mimpi buruk yang ngga pernah aku duga tiba-tiba datang.

Aku bener-bener down pada saat itu. aku ngga tau harus gimana. Bahkan, aku sempat hampir marah sama Tuhan. Aku benci tubuhku sendiri.

Aku masih ingat dengan jelas vonis dokter di tanggal 9 Maret 2015 itu, iya, tepat satu tahun yang lalu.

Kalau ditanya apa sekarang aku udah bisa terima tentang kelainan yang aku idap ini, aku ngga tau jawabannya. Mungkin iya, aku udah bisa terima, tapi ngga tau kenapa aku masih suka mendadak emosional kalau denger tentang skoliosis. Baca blogpost tentang skoliosis aja bisa bikin aku nangis nggak karuan T-T

Semenjak vonis itu, aku punya banyak pantangan yang harus aku turutin kalau ngga mau ngerasain nyeri punggung atau sesak nafas. Kayak aku ngga boleh lari, ngga boleh terlalu capek fisik, ngga boleh bawa beban berat, ngga boleh lompat. Intinya, sebisa mungkin hindari kegiatan yang menghentak tubuh.

Entah sugesti atau aku yang baru ngeh, semenjak divonis, aku jadi gampang capek dan ngos-ngosan. Aku juga jadi gampang ngerasa nyeri punggung kalau kebanyakan berdiri atau duduk. Dan yang paling nyebelin, jadi sering sesak nafas. Loh, apa hubungannya antara tulang yang bengkok dengan sesak nafas? Ada kok hubungannya, singkatnya, tulang rusuk yang berfungsi melindungi paru-paru dan jantung kita ini kan menempel di tulang belakang. Ketika tulang belakang para skolioser ini melengkung, otomatis posisi tulang rusuk ikut berubah mengikuti kelengkungan tulang belakang. Bukan tidak mungkin karena melengkung itu, tulang rusuk jadi menekan/menusuk paru-paru sehingga paru-paru jadi terhimpit dan mengurangi volume udara yang bisa ia tampung. Akibatnya, jadi bikin sesak nafas.

Dan ketika ngetik post inipun aku sambil nahan nyeri punggung…

Terus kalau lagi nyeri punggung, kamu ngapain Din biar ngga terasa?

Jawabannya adalah diemin aja. Berdoa aja biar Tuhan bikin aku lupa kalau punggungku lagi sakit, heheh. Atau tiduran, tapi kalau nyerinya di sekolah atau tempat umum kan aku ngga mungkin tiduran yaa. Ya, pokoknya berdoa aja semoga nyerinya cepet ilang. Skoliosis emang ngga ada obatnya, karena skoliosis ini bukan penyakit, tetapi kelainan. Tulang kami berbeda sama tulang milik kamu. Dan sekali Skoliosis, akan selamanya Skoliosis.

Btw, kemarin aku abis Rontgen yang ketiga kalinya, setelah tujuh bulan nungguin alatnya yang rusak, hiks. Dan besok adalah jadwal ketemu dokter, apapun yang dokter bilang besok, semoga itu yang terbaik! :D

Dan untuk kamu para Scolioser yang kebetulan baca, ada satu kalimat dari kak Indi yang berhasil bikin aku senyum lagi ketika sempat down; Don’t always blame Scoliosis. Cheer up! ^^





-d-

Jakarta, 9 Maret 2016 – 10:40 PM, ditemani nyeri punggung dan segelas Milo hangat.
COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES